Rukun Jual Beli dalam Islam agar Transaksinya Sah Sesuai Syariah Islam
Rukun Jual Beli
Segala puji bagi Allah Yang Maha Esa, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, beserta keluarganya, para sahabat dan umatnya.
Pada kesempatan kali ini kita akan membahas beberapa rukun jual beli yang harus dipenuhi jika salah satu rukun jual beli berikut tidak terpenuhi, maka transaksi tidak dapat dilaksanakan/transaksi menjadi tidak sah.
Pengertian Jual Beli
Jual beli adalah pertukaran suatu barang karena memiliki nilai uang atau alat pembayaran lain yang diakui di daerah tertentu. Tujuan dari transaksi ini adalah untuk memperoleh produk lain untuk kebutuhan primer dan sekunder.
Kata itu sendiri berasal dari bahasa Arab, yaitu “al-Bay”, yang berarti jual beli, sedangkan secara harfiah diartikan sebagai Mubadala atau Mbalah. Istilah ini digunakan untuk menyebut penjual dan pembeli sebagai penentu sahnya suatu transaksi.
Rukun Jual Beli dalam Islam
Jual beli merupakan salah satu sektor ekonomi yang memegang peranan penting dalam perjalanan kehidupan masyarakat, baik pada tataran tradisional maupun digital. Hal ini dapat dilakukan jika Anda memenuhi persyaratan dan pilar sesuai peraturan terbaru:
Aturan jual beli dalam Islam diatur dengan jelas, namun selain waktu-waktu yang dilakukan, perlu dilakukan verifikasi dari sumber yang dapat dipercaya agar transaksi yang dilakukan adalah benar. Secara umum.
Rukun Jual Beli dalam Islam :
1. Penjual dan Pembeli
Para akademisi sepakat bahwa syarat terpenting adalah harus ada penjual dan pembeli yang bisa bertemu dengan ahlinya untuk melakukan transaksi transaksi. Kewaspadaan itu penting.
Jika salah satunya, baik penjual maupun pembeli, termasuk orang yang dinyatakan tidak wajar, maka transaksi jual beli yang terjadi dianggap tidak sah menurut hukum Islam. Selain pintar, penting juga bahwa Anda sudah berpenampilan rapi atau sudah dewasa.
Dalam hal ini, anak yatim piatu yang kaya karena mendapat uang dari orang tuanya memerlukan hak asuh atau tunjangan dari orang yang ditentukan secara hukum. Oleh karena itu, dengan seizin atau sepengetahuan wali, maka jual beli yang dilakukan oleh anak kecil adalah sah. Namun, jika seorang anak kecil ditugasi jual beli oleh orang tuanya saja, maka para akademisi mengizinkannya.
Dan Anda tidak harus menjadi seorang Muslim. Sehingga seorang muslim dapat berdagang dan bekerja sama dengan non muslim. Inilah yang dilakukan Nabi Muhammad, semoga Tuhan memberkatinya dan memberinya kedamaian, ketika dia menggadaikan perisainya kepada tetangganya yang Yahudi.
Atas otoritas Aisha Ra, dia berkata bahwa Rasulullah, semoga Tuhan memberkati dia dan memberinya kedamaian, membeli makanan dari seorang Yahudi dengan pembayaran yang ditangguhkan dengan menjaminkan baju besinya. (Bukhari dan Muslim).
2. Barang atau Jasa
Pilar kedua jual beli, para akademisi menyatakan bahwa barang yang akan diperjualbelikan harus memenuhi syarat-syarat tertentu untuk memungkinkan terjadinya akad. Sehingga jual beli tersebut sah. Barang atau jasa yang dijual tidak boleh ilegal, memiliki manfaat dan harus diketahui keadaannya.
3. Ijab Qabul
Pilar ketiga dalam penjualan adalah kepuasan dan penerimaan. Ketika penjual setuju dengan pembeli, misalnya, penjual berkata kepada pembeli “Saya menjual buku ini seharga 10.000 tunai. Kemudian pembeli menjawab dengan sighat yang disebut qabul,”, Saya beli buku yang Anda jual dengan harga tersebut tunai.”
Syarat Jual Beli dalam Islam
Penjual dan pembeli bertransaksi dengan sadar dan dengan senang hati. Ini berarti bahwa tidak ada paksaan atau ancaman bagi salah satu pihak untuk membuat kesepakatan.
Pemangku kepentingan, pembeli dan penjual harus matang, mampu dan sadar saat bertransaksi. Artinya tidak ada kecurangan atau penipuan dari salah satu pihak karena tidak sadar atau masih anak-anak.
Ada kontrak atau perjanjian jual beli bagi kedua belah pihak. Artinya, ia menyanggupi untuk membeli dan menjual sampai kedua belah pihak menyadari bahwa mereka membeli dan menjual dan saling mengenal.
Barang yang diperjualbelikan adalah seluruh milik penjual. Artinya, barang tersebut tidak dicuri, dipinjam, atau barang dagangan yang hanya dikuasai oleh penjual. Di sisi lain, penjual sebenarnya adalah pihak yang berhak atas barang tersebut.
Barang-barang yang diperjualbelikan bukanlah barang-barang yang diharamkan atau diharamkan. Artinya, tujuannya adalah kebaikan yang bermanfaat, dan tidak menimbulkan bencana atau dilarang oleh agama/masyarakat. Jadi penjualan terbayar.
Harga jual harus jelas. Ini adalah prinsip transparansi. Selain bebas dari paksaan, jual beli dalam Islam harus mengutamakan kejujuran. Sehingga kedua belah pihak yang bertransaksi mengetahui nilai transaksi mereka.
Akhir Kata : demikian ulasan mengenai rukun jual beli yang sah dan syaratnya yang harus diketahui dalam islam, mudah-mudahan bermanfaat ya teman-teman.